AKTAHUD.CO, Kendari – Praktik pertambangan nikel di Konawe Utara kembali menuai kritik. Para pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) dinilai menikmati keuntungan besar tanpa memberi ruang bagi kontraktor maupun tenaga kerja lokal, sebuah situasi yang disebut turut melanggengkan kemiskinan struktural di daerah itu.
Sejumlah elemen masyarakat menyoroti bahwa pola pengelolaan tambang yang berjalan saat ini kian menjauhkan warga dari manfaat sumber daya alam yang dieksploitasi secara masif.
Menurut Sekretaris Koperasi Pertambangan Merah Putih, Muhamad Ikram Pelesa, sumber daya alam Konawe Utara selama ini hanya menguntungkan pemilik IUP, kelompok oligarki tambang, serta jaringan bisnis yang mereka bangun.
“Sementara masyarakat sebagai pemilik wilayah justru tidak mendapatkan manfaat signifikan dari aktivitas pertambangan yang berlangsung masif di daerah tersebut,” ujarnya.
Ikram menilai model pengelolaan tambang saat ini tidak lebih dari pola ekonomi ekstraktif.
“Kontraktor lokal dikesampingkan, tenaga kerja lokal tidak diberdayakan, dan masyarakat dibiarkan menjadi penonton di atas tanahnya sendiri,” tegasnya.
Kelompok masyarakat juga memandang absennya komitmen para pemilik IUP dalam membangun ekosistem ekonomi lokal telah memperlebar jurang sosial. Alih-alih menjadi motor pembangunan, pemilik IUP justru dianggap memperkuat dominasi oligarki dan menutup ruang usaha lokal berkembang.
“Ketika kekayaan nikel Konawe Utara hanya mengalir kepada pemilik IUP, oligarki, dan relasinya, maka yang terjadi adalah pembentukan kemiskinan secara sistematis. Ini bukan sekadar kelalaian, tetapi bentuk pembiaran yang merugikan rakyat,” lanjut Ikram.
Ia juga menyoroti posisi PT Antam UBPN Konawe Utara yang dinilai gagal menerjemahkan arahan Presiden Prabowo Subianto mengenai pemberdayaan masyarakat lokal, seperti model yang dijalankan PT Timah di Bangka Belitung. Menurutnya, keputusan PT Antam berkolaborasi dengan sesama perusahaan BUMN dan mengabaikan kontraktor lokal merupakan tindakan yang layak dievaluasi pemerintah.
Karena itu, pihaknya mendesak pemerintah pusat, khususnya Menteri ESDM serta pemerintah daerah, turun tangan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pemilik IUP yang tidak menjalankan kewajiban pemberdayaan lokal.
“Serta memastikan bahwa aktivitas pertambangan memberikan dampak ekonomi nyata bagi masyarakat Konawe Utara,” Tandas Ikram Pelesa. (**)











